Kegusaran Ulama Terkait Al-Maidah 51

Seorang pria berdiri dan mengangkat tangan hendak mengajukan pertanyaan kepada Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid ketika Sosialisasi Empat Pilar kepada Yayasan Mutiara Hati. Sosialisasi itu dihadiri lebih dari 200 orang yang terdiri atas berbagai kalangan, mulai dari warga hingga ulama.
Suara pria itu berapi-api memenuhi ruang dengan cahaya temaram di Gedung Pertemuan Daerah Kota Salatiga, Jawa Tengah, Kamis (24/11). Sesekali, tepuk tangan mengiringi kata-kata pria yang mengaku bernama Kiai Abda itu.
Abda bertanya, "Pak Hidayat, apakah ulama atau ustaz atau kiai berceramah mengenai al-Maidah (ayat) 51 itu bertentangan dengan UUD 1945?"Abda merasa gusar dengan polemik suraha dalam Alquran itu beberapa bulan terakhir.
Abda harus menunggu satu penanya lagi untuk mendengar jawaban Hidayat. Politisi PKS itu juga harus menjawab pertanyaan dari penanya pertama, Ahmad Taufik Isnaini, sebelum menjelaskan hak-hak konstitusi warga dalam memilih dan beragama, khususnya ajaran agama yang mengharuskan Muslim memilih pemimpin beragama Islam.
Kepada Abda, Hidayat menjelaskan, UUD 1945 melindungi hak konstitusi agama, "Apakah bertentangan atau tidak bertentangan kalau kita mengajak orang memilih pemimpin Muslim? Jawabannya tidak bertentangan," kata Hidayat yang langsung disambut tepukan peserta sosialisasi.
Hidayat pun menjelaskan perbedaan mengamalkan ajaran agama dan melakukan ujaran kebencian. Pengamalan ajaran agama terikat pada individu pemeluknya.
Jika umat Islam memutuskan memilih pemimpin Muslim maka hal itu terkait dengan pengamalan ajaran agama. Konstitusi melindungi kebebasan dan pelaksanaan beragama. "Ini bagian dari HAM," kata Politikus PKS ini.
Ketika ulama berceramah di masjid dan mengajak umat Islam memilih pemimpin Muslim maka itu juga terkait pengamalan ajaran agama. Tidak hanya Islam, agama lain pun bisa menganjurkan pemeluknya memilih pemimpin yang beragama sama.
"Ini tidak dilarang konstitusi. Memilih pemimpin sesuai ajaran agama diperbolehkan," ujar Hidayat yang kembali disambut tepukan penonton.
Hidayat menambahkan, Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno juga pernah menyatakan, seorang ustaz yang mengajak memilih pemimpin beragama Islam bukan termasuk pelanggaran suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Kegiatan ini lebih dimaknai sebagai pengamalan ajaran agama. Memilih kandidat sesuai ajaran agama bukan hanya terkait Pilkada di Jakarta tetapi juga Salatiga dan seluruh Indonesia.
Hidayat menjelaskan, pengamalan ajaran agama bukan ujaran kebencian. Ujaran tersebut di antara berbentuk fitnah, berita bohong, dan kampanye hitam. Wakil Ketua MPR ini menjelaskan konstitusi melarang ujaran kebencian. Islam juga melarang tindakan tersebut.
Pelarangan melakukan fitnah dan berbohong bukan hanya terkait pilkada. "Ada atau tidak ada pilkada, berbohong dilarang. Haram," kata Hidayat.
Tahun ini, 101 daerah akan melaksanakan pemilihan kepala daerah tahun depan, termasuk Jakarta. Pilkada DKI Jakarta diwarnai kasus dugaan penodaan agama. [Harian Republika, Jumat 25 November 2016]

0 Response to "Kegusaran Ulama Terkait Al-Maidah 51"

Posting Komentar