Latansa, Cara Perempuan PKS Memaknai Hari Ibu

 

Oleh: Sukmadien

Sejatinya, peringatan Hari Ibu di Indonesia adalah tentang perempuan tangguh yang berjuang dan berdaya. Hari Ibu di Indonesia berdasarkan sejarah istimewa tanggal 22-25 Desember 1928. Saat itu, pejuang perempuan Indonesia dari beberapa daerah di Jawa dan Sumatera berkumpul di Yogyakarta menyelenggarakan Kongres Perempuan Indonesia. 

Semangat perempuan pejuang ini yang coba terus dikembangkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kami perempuan PKS senantiasa menjalani aktivitas Latansa setiap tahunnya. Latansa adalah Latihan Perempuan Siaga. 

LATANSA, kata yang sampai detik ini masih menyisakan kebahagiaan di hati para perempuan siaga PKS, tak terkecuali di Lampung. Terbayang kegiatan ini baru terlaksana lagi pasca Pandemi Covid 19. 

Saat Pandemi, jangankan mengumpulkan lima ratus orang dalam satu tempat, mengumpulkan lima puluh orang saja harus urus perizinan yang berbelit. 

Masih terngiang LATANSA sebelumnya saya ikuti di Bumi Tadulako (a.k.a Kota Palu, Sulawesi Tengah) bersama wanita-wanita tangguh Indonesia Bagian Tengah. Penuh cerita-cerita ukhuwah dan heroik yang sulit dilupakan. Bedanya, kali ini saya harus membawa mujahid mungil nan lucu menggemaskan. Tanpa banyak pertimbangan dan tentunya seizin suami, si kecil saya bawa. Tentu barang bawaan menjelma menjadi dua kali lipatnya. Heboh.

Bayangan saya, saya tetap bisa optimal berkegiatan karena di tempatnya nanti telah disediakan pengasuh anak. Rupanya kenyataan tak seindah yang diharapkan. Tentu saja adaptasi si kecil di tempat baru dan orang yang baru dikenalnya tidak mudah, belum lagi kebutuhannya akan ASI masih tinggi. Yang awalnya setiap satu jam sekali saya bisa ikut kegiatan, makin lama makin pendek durasinya. Masih seru-serunya menyimak materi, kembali nama saya dipanggil panitia karena si kecil kembali rindu dengan ibunya. 

Celetukan khas sepanjang LATANSA semakin akrab di telinga, "Kita pindah momong ini mah judulnya!" saya pun mengaminkan.

Hari kedua lebih miris lagi. Ketika semua dirasa sudah siap. Kostum siap, mental siap. Kami kembali harus menahan diri karena ternyata tempat kegiatan berjarak lumayan jauh bila ditempuh jalan kaki, sedangkan anak-anak bayi ini tidak memungkinkan bisa diajak sambil diasuh di tempat kegiatan. Panitia memberikan kami keringanan untuk tinggal di area pengasuhan dan tidak ikut kegiatan utama. Yaaah, penonton kecewa.

Tak habis akal, beberapa dari kami menumpang mobil layanan menuju lokasi. Bersyukur sesampainya di sana kondisi langit berpihak pada bayi dan tribun nya pun beratap. Dan akhirnya kamipun menyimak kegiatan peserta lain sambil menggendong si kecil. Jiwa emak-emak ini terus meronta sebenarnya, ingin ikut aktif bersama peserta lain. Tetapi kami harus menahan diri. 

Di kesempatan itu saya tiba-tiba teringat kondisi pasukan pemanah di Perang Uhud. 

Saya membatin, "Oh, mungkin seperti inilah rasanya berada di posisi para pemanah. Saat perintah yang diberikan hanya berjaga, sedangkan pasukan lain secara langsung menghadapi musuh, apalagi saat ghonimah-ghonimah terlihat begitu menggiurkan, keinginan untuk melanggar perintah pun terasa sangat menggoda.

Yah, walaupun tentu saja jauh sekali kondisi kami bila dibandingkan dengan peperangan yang sesungguhnya. Tapi demi mengingat hikmah perang Uhud itu, hati saya menjadi tenang. Toh esensi dari kegiatan ini tetap bisa kami rasakan, tidak berkurang sedikitpun. Walaupun ghonimah berupa topi dan buah pir yang sepertinya lezat itu belum kami dapatkan, eh.

Salam hangat, sehangat ukhuwwah kita. Inilah aktivitas perempuan PKS yang senantiasa belajar untuk terus berjuang. 

Metro, 21 Desember 2022.

0 Response to "Latansa, Cara Perempuan PKS Memaknai Hari Ibu"

Posting Komentar